Gina S. Noer, sutradara film sukses “Dua Garis Biru”, baru-baru ini mengungkapkan pendapatnya tentang tren film horor Indonesia yang banyak mengeksploitasi agama, khususnya Islam.

Melalui unggahan di Instagram Story, Gina menyampaikan kekhawatirannya terhadap fenomena ini. Menurutnya, banyak film horor dalam negeri yang sudah sampai tahap mengeksploitasi agama.

Gina menyoroti bagaimana adegan salat sering kali digunakan dalam film horor Indonesia sebagai alat teror. Menurutnya, hal ini dapat berdampak buruk pada pemirsa, terutama bagi mereka yang belum mendapatkan pemahaman dan pengajaran agama Islam yang baik.

“KEBANYAKAN FILM HORO MENGGUNAKAN SHALAT, DOA, ZIKIR, DLL CUMA JADI PLOT DEVICES MURAHAN UNTUK JUMPSCRE KARAKTERNYA DIGANGGU SETAN” ujar Gina di IG Storiesnya.

“SEHINGGA KELEMAHAN IMAN BUKAN LAGI MENJADI EKSPLORASI KRITIK TERHADAP KEISLAMAN YANG DAGKAL TAPI CARA DANGKAL BIAR CEPAT SERAM” sambungnya.

“APALAGI DENGAN KONTEKS TINGKAT TOLERANSI MASYARAKAT KITA YA. IMO, TANGGUNG JAWAB FILMMAKER ITU BUKAN CUMA BALIKIN INVESTASI TAPI JUGA SOAL IMPACT KE KEBUDAYAAN MASYARAKATNYA” tambahnya.

Gina juga mencontohkan film horor asal Korea Selatan, “Exhuma”, sebagai contoh film yang mampu mengeksplorasi kepercayaan yang dianut karakternya dengan baik. Kepercayaan itu menjadi modal yang kuat bagi karakternya untuk melawan setan.

Namun, dalam banyak film horor Indonesia, iman justru terlihat lemah karena menjadi simbol ketakutan.

“GUE GAK NUNJUK KE SALAH SATU FILMMAKER YA. UNTUK GUE, PATUTNYA INI JADI PR DAN PEMIKIRAN BERSAMA. KARENA PERIHAL “AGAMA” DI GENRE HOROR BISA DIGANTI JADI HAL APAPUN” Ujar Gina di akhir stories nya.

Gina berharap, kritiknya ini dapat menjadi bahan pemikiran bersama bagi para pembuat film. Ia menekankan bahwa tanggung jawab pembuat film tidak hanya untuk mengembalikan investasi, tetapi juga memperhatikan dampak ke budaya.