Kontes kecantikan Miss Indonesia 2025 menjadi sorotan publik setelah salah satu finalisnya, Merince Kogoya, didiskualifikasi dari ajang tersebut.

Keputusan ini diambil menyusul viralnya sebuah video lama yang memperlihatkan Merince mengibarkan bendera Israel, yang dianggap sebagian publik sebagai bentuk dukungan terhadap negara tersebut di tengah konflik berkepanjangan dengan Palestina.

Video tersebut, yang diunggah dua tahun lalu di media sosial, kembali mencuat saat Merince tengah menjalani masa karantina sebagai perwakilan Papua Pegunungan.

Dalam video itu, ia terlihat menyanyikan lagu rohani sambil memegang bendera Israel. Aksi tersebut memicu perdebatan sengit di media sosial, terutama karena Indonesia secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.

Pihak penyelenggara Miss Indonesia pun mengambil langkah cepat dengan memulangkan Merince dari masa karantina pada Kamis, 26 Juni 2025. Posisi finalis Papua Pegunungan kemudian digantikan oleh Karmen Anastasya.

Melalui unggahan di Instagram Story, Merince memberikan klarifikasi bahwa aksinya bersifat religius dan tidak dimaksudkan sebagai dukungan politik.

“Saya hanya menjalankan kepercayaan saya sebagai pengikut Kristus untuk berdoa memberkati dan mendoakan perdamaian bagi Israel,” tulisnya. Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Papua Pegunungan, keluarga, dan tim pendukungnya atas kontroversi yang terjadi.

Meski demikian, keputusan panitia menuai respons beragam. Sebagian besar warganet mendukung langkah tegas tersebut, menilai bahwa seorang finalis Miss Indonesia harus memiliki sensitivitas terhadap isu kemanusiaan global.

Namun, ada pula yang menyayangkan pencoretan Merince, menganggap bahwa ekspresi religius seharusnya tidak langsung dikaitkan dengan sikap politik.

Polemik ini menyoroti pentingnya rekam jejak digital dan sensitivitas sosial bagi para peserta ajang publik. Di era keterbukaan informasi, setiap tindakan di masa lalu dapat berdampak besar terhadap karier dan citra seseorang, terlebih dalam ajang yang mengusung nilai-nilai kemanusiaan seperti Miss Indonesia.

Hingga kini, pihak penyelenggara belum memberikan pernyataan resmi lebih lanjut terkait mekanisme seleksi dan evaluasi rekam jejak peserta di masa mendatang. Namun, kasus ini menjadi pengingat bahwa representasi publik menuntut tanggung jawab yang lebih besar, baik secara etika maupun sosial.