Aksi Turis Asing Tunggangi Gajah di Bali Tuai Kecaman, Netizen Soroti Etika Wisata Satwa
Sebuah video yang memperlihatkan aksi turis asing menunggangi gajah di salah satu destinasi wisata di Bali viral di media sosial dan memicu gelombang protes dari warganet.
Dalam video yang diunggah di akun @balilivin pada Jumat, 27 Juni 2025, tampak seorang wisatawan mancanegara duduk di atas punggung gajah sambil berpose.
“Menunggangi gajah mendukung industri yang dimulai dengan penyiksaan dan berakhir dengan penahanan seumur hidup. Jika Anda benar-benar mencintai gajah, jangan menungganginya — pelatihan mereka melibatkan rasa takut, rantai, dan trauma. Pilihlah pertemuan dengan satwa liar yang etis.” Tulisnya dikutip Senin, 30 Juni 2025.
Aksi tersebut langsung menuai kecaman dari berbagai kalangan, terutama para pegiat kesejahteraan satwa dan netizen yang menilai bahwa praktik menunggangi gajah merupakan bentuk eksploitasi terhadap hewan liar.
Tagar seperti #StopAnimalTourism dan #SaveTheElephants kembali ramai digunakan di berbagai platform media sosial.
“Gajah bukan alat hiburan. Mereka makhluk hidup yang berhak diperlakukan dengan hormat,” tulis salah satu pengguna Instagram.
Komentar serupa juga membanjiri unggahan video tersebut, dengan banyak yang menyerukan agar wisatawan lebih sadar akan dampak dari aktivitas wisata berbasis satwa.
Lihat postingan ini di Instagram
Etika Wisata Satwa Kembali Disorot
Praktik menunggangi gajah telah lama menjadi sorotan dalam industri pariwisata, terutama di negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Indonesia.
Meski terlihat eksotis dan menarik bagi sebagian wisatawan, aktivitas ini kerap dikritik karena dianggap menyiksa hewan.
Gajah-gajah yang digunakan untuk atraksi wisata biasanya menjalani pelatihan keras sejak kecil, termasuk metode yang dikenal sebagai “phajaan” atau proses penjinakan yang melibatkan kekerasan fisik dan psikologis.
Menurut sejumlah organisasi perlindungan satwa, punggung gajah tidak dirancang untuk menanggung beban berat manusia secara terus-menerus.
Tekanan konstan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada tulang belakang dan jaringan tubuh mereka. Selain itu, kondisi penangkaran yang tidak sesuai standar juga memperburuk kesejahteraan hewan-hewan tersebut.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak pengelola tempat wisata yang menjadi lokasi kejadian.